Pilpres 2024 telah usai, dan baik Anies maupun Ganjar berstatus sebagai calon yang gagal meraih kursi presiden. Meski demikian, kekalahan tidak memupus peluang keduanya, sebaliknya momen pasca pemilu ini jadi krusial untuk membaca kekuatan menentukan arah dan membangun strategi menuju masa depan politik mereka.
Ganjar yang diusung oleh PDI Perjuangan sebagai calon presiden bersama cawapres Mahfud MD, keluar dengan hasil suara yang jauh di bawah pasangan pemenang dan juga Anies. Ia tidak memenangkan satu provinsi pun dalam pilpres 2024 dan berada di posisi paling buncit dari tiga kontestan.
Meskipun demikian, Ganjar secara terbuka menyatakan kesiapannya menghadapi dan mengawal seluruh pemilu, termasuk jika ada sengketa di Mahkamah Konstitusi. Dia juga menaruh perhatian pada pelaksanaan Pilkada 2024 agar sistem yang buruk dalam Pilpres tidak diulang.
Anies juga mengalami kekalahan dalam konstestasi presiden, namun memperoleh basis dukungan yang signifikan. Pasca pemuli, ia menyebut niat untuk rehat sejenak sambil mengumpulkan energi dan terus menjaga gagasan perubahan.
Anies juga membicarakan kemungkinan membentuk partai politik sendiri sebagai kendaraan politik ke depan, karena menurutnya banyak partai yang tersandera oleh kekuasaan.
Selain itu Anies menghadapi isu internal dukungan partai koalisi yang sebagian mulai berpindah haluan pasca pemilu selesai.
Untuk Ganjar, tantangan utamanya adalah bagaimana memperkuat citra setelah kalah, menjaga basis dukungan, dan memastikan bahwa partainya tetap relevan di mata publik. Kekecewaan pemilih tidak secara otomatis menurun ke bawah jika komunikasi politiknya tepat dan aktif. Apa pula tantangan internal: Bagaimana PDIP membangun strategi untuk menghadapi pilkada dan pilpres selanjutnya, belajar dari kudungan penyelenggaraan pemilu serta kritik atas proses dan sistem.
Peluang Ganjar bisa datang dari faktor akar rumput, relawan, dan komitmen terhadap demokrasi. Ia mendapatkan simpati dari pemilih yang menganggap Pilpres 2025 berjalan kurang idealm dan ada ruang untuk membangun narasi bahwa ia teap konsisten pada nilai keadilan dan proses demokrasi.
Sementara bagi Anies, peluang ada di kemampuan untuk menggunakan kekalahan sebagai momentum “recharge” memetakan ulang strategi, memperkuat jejaring, dan memberikan bentuk konkret dari gagasan perubahan yang ia bawa. Pembentukan partai baru bisa jadi langkah besar, asalkan dilakukan dengan matang dan upaya daya tarik di antara masyarakat yang menginginkan alternative dari partai-partai lama.
Namun tantangan Anies juga banyak, yaitu kehilangan sejumlah dukungan partai setelah pilpres, potensi intrik politik dalam koalisi, serta bagaimana menjaga momentum tanpa terlihat menunggu tanpa aksi. Narasi perubahan jika tidak dibarengi aksi konkret bisa kehilangan daya tarik.
Selama kampanye dan menjelang pemilu, sempat muncul wacana tentang kemungkinan duet antara Anies dan Ganjar sebagai warna alternative. Beberapa pengamat dan pihak-pihak politik menyebut bahwa kolaborasi seperti itu menunjukkan politik yang sehat dan dewasa.
Namun, setelah hasil pilpres wacana tersebut nampaknya surut karena pendekatan politik keduanya mulai menyesuaikan dengan kondisi baru: Ganjar lebih fokus pada pertanggungjawaban pemilu, evaluasi partai, dan persiapan untuk kontestasi lokal, sementara Anies lebih banyak menjaga ide dan persiapan structural (organisasi, kendaraan politik baru).
Kampanye Digital Marketing Berbasis Data: Mengapa Penting?
by Admin 13 Apr 2025
Anies Mengekspresikan Rasa Sayang Kepada Istri Tercinta
by Admin 12 Sep 2025
by Team 17 Mar 2022
Media Sosial Sebagai Alat Riset dan Uji Coba Produk
by Team 10 Apr 2025