Isu Putaran Kedua Pilpres 2024 dan Pemblokiran Dana 50 Triliun

4 Feb 2024  | 90x | Ditulis oleh : Team
Isu Putaran Kedua Pilpres 2024 dan Pemblokiran Dana 50 Triliun

Belum lama ini, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah mengimplementasikan kebijakan Automatic Adjustment dengan memblokir anggaran Kementerian/Lembaga (KL) mencapai Rp 50,14 triliun. Kebijakan ini merupakan langkah antisipatif yang diambil oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk menghadapi kemungkinan terjadinya krisis tak terduga.

Di sisi lain, terdapat isu bahwa Menteri Koordinator Bidang Pembangunan dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy, mengungkapkan adanya kemungkinan dana sejumlah 40 triliun rupiah untuk putaran kedua Pilpres 2024.

Kedua pernyataan tersebut pastinya menoreh isu tersendiri. Pasalnya, malah banyak yang mengira bahwa pemblokiran dana sejumlah 50 triliun tersebut ada hubungannya dengan dana sejumlah 40 triliun rupiah untuk pitaran kedua Pemilihan Presiden mendatang.

Kaitan Pemblokiran Sejumlah 50 Triliun dengan Isu Putaran Kedua Pilpres 2024

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, Kementerian Keuangan, Sri Mulyani, melakukan pemblokiran dana mencapai total 50 triliun rupiah. Pemblokiran ini mengimplementasikan kebijakan Automatic Adjustmen, di mana kebijakan ini pernah dilakukan sebelumny pada tahu 2023.

Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemenkeu, Deni Surjantoro, menjelaskan bahwa kebijakan tersebut dilakukan sebagai respons terhadap kondisi geopolitik global yang dinamis. Dalam hal ini, Presiden Joko Widodo memberikan arahan agar pemerintah melakukan antisipasi terhadap potensi atau kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi di tahun 2024.

Mengambil pelajaran dari pandemi COVID-19, pemerintah ingin memastikan bahwa setiap K/L memiliki dana cadangan yang dapat digunakan dalam menghadapi krisis tak terduga. Kebijakan Automatic Adjustment terbukti efektif dalam menjaga ketahanan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada tahun 2022 dan 2023.

Meskipun anggaran tetap tercantum dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) masing-masing KL, namun tidak dapat dibelanjakan langsung pada awal tahun.

Seiring dengan implementasi kebijakan tersebut, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy, mengungkapkan harapannya agar Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 dapat dilakukan dalam satu putaran. Menurutnya, hal ini akan lebih sederhana dan efisien.

Pernyataan Effendy tersebut memunculkan pertanyaan terkait kaitannya dengan pemblokiran anggaran sebesar Rp 50,14 triliun oleh Sri Mulyani. Muhadjir menyebut bahwa biaya untuk Komisi Pemilihan Umum (KPU) saja mencapai hampir Rp16 triliun, belum termasuk biaya lain seperti keamanan yang diperkirakan mencapai sekitar Rp40 triliun jika terjadi dua putaran Pilpres.

Apakah blokir anggaran oleh Sri Mulyani sebesar 50 triliun ada kaitannya dengan pernyataan Effendy yang menyebutkan kemungkinan adanya anggaran tambahan sekitar 40 triliun jika terjadi putaran kedua Pilpres?

Jika dilihat dari kedua pernyataan Kementerian Keuangan maupun Menko Bidang Pembangunan dan Kebudayaan, pemblokiran dana sejumah 50 triliun tersebut tidak ada hubungannya dengan adanya kemungkinan putaran kedua Pilpres yang bahkan belum tentu terjadi.

Anggaran sejumlah 40 triliun yang disebutkan oleh Menko Effendy hanyalah perkiraan dana yang mungkin saja perlu dikeluarkan negara jika terjadi putaran kedua saat Pemilihan Presiden. Jika tidak terjadi, maka anggaran dana tersebut tidak perlu dikeluarkan.

Pernyataan Menko Effendy tersebut didukung oleh sejumlah pakar dan peneliti, seperti Profesor Firman Noor dan Arif Nur Alam. Mereka telah mengkritisi potensi politisasi bansos pada tahun politik, terutama dalam konteks Pilpres 2024.

Firman Noor menekankan bahwa dana bansos seharusnya kembali kepada rakyat, bukan untuk kepentingan kampanye. Sementara Arif Nur Alam mencatat peningkatan anggaran bansos sebesar 12% pada tahun 2024, mencapai Rp 53,3 triliun.

#Tag
Artikel Terkait
Mungkin Kamu Juga Suka
Rajakomen
Scroll Top